Karya : Rezzhna Ombak
Buku
adalah jendela dunia, pepatah seperti itu sudah tidak asing lagi didengar
bukan? Dan semua orang yang pernah bernafas di era millennium 2000 ini pasti pernah menedengar pepatah seperti itu.
Namun ada satu kalimat dalam bahasa asing yang mungkin terdengar lebih keren
meski punya arti yang hampir mirip Without
books, history is silent, literature dumb, science crippled, thought and
speculation at stand still. Kita dapat melihat betapa sangat pentingnya
peranan buku di dunia ini, jika tidak ada buku mungkin tidak akan ada yang
namanya ilmu pengetahuan, sejarah hanya akan berdiam diri tak bisa berbuat
banyak, hanya mampu berharap-harap cemas ada orang yang akan selalu
mengingatnya, sastra pun akan membisu dan para sastrawan hanya mampu mengelus
dada penuh sesak melihat tak ada lagi yang bisa mereka tuangkan menjadi sebuah
karya karena inspirasi yang telah mati, pikiran dan spekulasi hanya mampu vakum
dan menghilang tanpa jejak.
Betapa banyaknya sekarang orang-orang
yang menganggap buku hanya sebagai tumpukan sampah, orang-orang lebih suka
menjadikan buku sebagai pupuk tanaman mereka yang mampu menyuburkan tanah
dengan cepat. Di mana kesadaran masyarakat akan pentingnya sebuah buku? Apa
mungkin karena sosialisasi dari pemerintah yang kurang terhadap masyarakat?
Jelas kita tidak bisa menyalahkan pemerintah, karena mencintai sebuah buku
tergantung kesadaran kita masing-masing. Jika kita terus mengingat pepatah buku
adalah jendela dunia, mungkin akan ada kesadaran tersendiri yang timbul untuk
mencintai buku. Namun masih ada satu problem yang masih mengganjal, apa
sebenarnya penyebab mereka setega itu menganggap buku hanya sebagai tumpukan
sampah dan membakarnya untuk dijadikan pupuk? Dilihat dari kenyataan yang terjadi
sebenarnya karena kurangnya minat baca dari mereka, jika saja mereka memiliki
minat baca yang tinggi, mungkin mereka tidak akan setega itu terhadap buku,
karena dari membaca mereka akan tau betapa banyak ilmu yang dimiliki si buku
ini, dan betapa hebat dan canggihnya si buku hingga dalam hitungan jam saja mereka
bisa berkeliling dunia.
“Pembaca buku atau Pengkoleksi
buku?” ini yang mesti dijawab! Apakah anda hanya ingin menjadi seorang
pengoleksi buku saja, yang menyimpan dan menyusun buku dengan rapi di rak-rak
penuh dusta. Mesti direnungkan, apakah anda termasuk orang yang so intelektual
padahal otak anda kosong.
Semua orang di dunia ini meraih kesuksesannya
dengan bertemankan buku, dan orang-orang yang ingin meraih masa depannya pun
tak pernah lepas dari yang namanya buku. Andai saja generasi negeri ini lebih
suka membaca daripada berkaca, mungkin masa depan negeri ini akan sedikit
menemui titik terang. Hampir semua remaja Indonesia lebih suka meluangkan
waktunya untuk jalan-jalan dan belanja daripada meluangkan waktu lima menit saja
untuk membaca. Padahal dengan membaca mereka bisa tau barang dan style apa yang tengah trendi sekarang,
tapi mereka lebih suka mendengar kabar dari teman-temannya atau melihat style apa yang idola mereka kenakan. Semua
orang didunia ini selalu berpandangan positif soal buku dan membaca. Ya jelas
saja, karena dengan membaca buku wawasan kita bertambah luas. Buku gudangnya ilmu,
pepatah seperti itupun sangat benar, karena di dalam buku terdapat banyak
sekali ilmu, seorang astronot yang sangat ahli seperti Neil Amstrong pun kadang
harus melihat buku supaya dia tidak melakukan kesalahan ketika berada diluar
angkasa, dan seorang ilmuan hebat seperti Albert Einsten pun selalu berpedoman
pada buku agar penelitian-penelitiannya tepat dan akurat. Saking pentingnya
sebuah buku, sistem pengajaran di Indonesia juga mengacu pada buku, buku yang
disediakan Departemen Pendidikan.
Alangkah baiknya jika dari sekarang
kita mulai menanamkan budaya gemar membaca buku, agar di masa depan kelak kita
tidak terlalu terlihat seperti manusia purba atau mungkin dukun-dukun yang
sering sekali membakar buku dan meminum abunya untuk kelancaran proses
ritualnya, entah apa manfaat yang mereka dapatkan dari meminum abu bekas
pembakaran buku tersebut, sungguh sulit diterjemahkan logika. Apa mungkin
mereka berfikir dengan memakan buku berarti mereka memakan semua ilmu yang ada
pada buku tersebut, pemikiran yang sangat bagus untuk orang yang sama sekali
tidak merasakan indahnya bangku sekolah. Bukankah lebih baik kita membaca buku
tersebut, mempelajarinya, dan menyimpannya dengan rapih agar jika kita lupa
kelak, kita bisa kembali membaca ulang jika bukunya masih terpampang dengan
rapi, atau mungkin untuk anak cucu kita, karena suatu saat buku itu pasti akan dibutuhkan.
Daripada kita membakarnya dan meminum abunya, bukankah itu berbahaya bagi
kesehatan.
Tak ada salahnya kita
bergotongroyong saling berpangku tangan membuat pondasi yang kokoh untuk negeri
ini, dengan membaca sebuah buku. Dengan membaca buku dalam satu detik orang
bisa berubah menjadi jahat, dengan membaca buku pula orang bisa berubah dalam
satu detik menjadi orang baik, dengan sebuah buku pula kita dapat merubah masa
depan. Selalu banyak tersirat makna dan tersimpan rahasia besar dari balik
sebuah buku.
“Aku ingin dibaca!” kata seperti
itulah yang tercatat dalam sebuah novel terkenal yang menjadi catatan sejarah
negeri ini, sebuah novel yang mengangkat dan mendongkrak kejinya masa
penjajahan Belanda. Betapa hebatnya bukan karisma sebuah buku, hingga semua
orang berlomba-lomba ingin tercatat dalam sebuah buku karena mereka “Ingin
Dibaca”, sebab buku kerap menjadi catatan bukti nyata sebuah sejarah. Pada saat
masa penjajahan Belanda di negeri Parungkujang pun semuanya berlomba-lomba
ingin dicatat dalam sebuah buku yang akan menjadi catatan sejarah dimana semua
orang bisa tetap mengingat kebusukan dan kepahlawanannya dimasa yang akan
datang.
Apakah lima puluh tahun mendatang
buku-buku bersejarah yang sekarang tercipta masih akan tersusun rapi tanpa
sedikitpun yang tega melihatnya tertutup sebuah debu? Apakah
perpustakaan-perpustakaan itu masih akan tetap ada? Apakah taman bacaan
masyarakat itu masih akan tetap berdiri kokoh? Entahlah, hanya kata entah yang
bisa keluar dari mulut singa yang tengah lapar akan ilmu. Bagaimana caranya
agar perpustakaan dan taman bacaan itu tetap ada? Disana kami bisa menemukan
dunia baru, disana pula kami bisa menari bersama sebuah pena, jika itu tidak
ada dimana lagi tempat kami mencurahkan isi hati kami yang tengah gundah
gulana? Kami suka berbagi cerita dengan buku-buku yang ada disana, buku itu
selalu mengerti tentang kegelisahan kami, buku itu selalu dengan ikhlas memberi
saran dan masukan pada kami, buku itu pula yang kadang mengubah tangis kami
menjadi sebuah tawa. Kami sangat mencintai buku, kami berharap buku yang
berjejer rapi di rak buku itu akan selamanya tetap seperti itu, agar anak cucu
kami juga merasakan betapa hebatnya kemampuan sebuah buku.
Tak sedikit orang yang saat ditanya
kenapa mereka tidak pernah membaca buku menjawab karena takut disebut Kutu
Buku. Memang sejahat apakah kutu buku hingga semua orang sangat takut mendapat
julukan kutu buku? Sebenarnya tak ada yang berhak memvonis seseorang dengan
julukan kutu buku. Entah siapa yang pertama kali menemukan julukan seperti itu,
tak pernah ada yang tau kenapa orang-orang yang suka membaca buku dan selalu
bertemankan buku dalam hari-harinya itu kerap diberi julukan kutu buku. Padahal
alangkah lebih indahnya jika mereka diberi julukan Bibliomania, daripada
julukan kutu buku yang rasanya terdengar sangat hina bagi mereka yang suka
membaca buku.
Memang tren seperti apa sih yang
hebat di negeri ini, apakah tren orang yang bermalas-malasan? Karena banyak
sekali orang yang lebih suka tidur daripada membaca buku, Atau mungkin tren
orang yang suka tawur? Karena pelajar-pelajar sekarang menyebut orang atau
sekolah yang sering menang tawur itu hebat. Padahal hebat dari segi apanya yang
ada itu malah merugikan, tak jarang pula nyawa pun ikut melayang. Apakah ada orang
yang mati saat membaca buku? Alangkah indahnya jika ada orang yang seperti itu,
namun takan ada rasanya yang mati karena membaca buku, di belahan dunia manapun
kita tak pernah mendengar orang yang mati karena membaca buku.
Buku juga terbagi dalam beberapa
jenis, antara lain Novel, Majalah, Kamus, Komik, Ensiklopedia, dan Kitab Suci.
Dilihat dari jenis-jenisnya saja buku-buku itu sudah terlihat asik, menghibur,
menambah wawasan kita menjadi luas, memperkuat daya imajinasi, dan juga
bermanfaat bagi kesehatan jasmaniah dan rohaniah kita. Dengan membaca buku kita
bisa mengurangi tingkat stres kita, dan juga melatih otak kita supaya bisa
memusatkan pikiran. Ketika membaca sebuah buku kita akan banyak menemukan
kata-kata yang menarik dimana hal tersebut akan merangsang saraf otak untuk
bekerja dan mengamati hal tersebut. Ada sebuah penelitian yang membuktikan
bahwa membaca buku bisa menjauhkan kita dari penyakit pikun. Alasannya mungkin
karena kita selalu diajak berpikir ketika kita membaca, sehingga otak kita bisa
tetap aktif.
Dr.
Aidh bin Abdullah al-Qarni, dalam bukunya, “La Tahzan” mengungkapkan tentang
banyaknya manfaat membaca, yaitu di antaranya, membaca menghilangkan kecemasan
dan kegundahan, ketika sibuk membaca, seseorang terhalang masuk ke dalam
kebodohan, kebiasaan membaca membuat orang terlalu sibuk untuk bisa berhubungan
dengan orang-orang malas dan tidak mau bekerja, dengan sering membaca orang
bisa mengembangkan keluwesan dan kefasihan dalam bertutur kata, membaca
membantu mengembangkan pemikiran dan menjernihkan cara berpikir, membaca
meningkatkan pengetahuan seseorang dan meningkatkan memori dan pemahaman, dengan membaca, orang mengambil manfaat dari pengalaman orang
lain; kearifan orang bijaksana dan pemahaman para sarjana, dengan sering membaca, orang mengembangkan kemampuannya; baik
untuk mendapat dan memproses ilmu pengetahuan maupun untuk mempelajari berbagai
disiplin ilmu dan aplikasinya dalam hidup, membaca membantu seseorang untuk
menyegarkan pemikirannya dari keruwetan dan menyelamatkan waktunya agar tidak
sia-sia,
dengan sering membaca orang bisa
menguasai banyak kata dan mempelajari berbagai tipe dan model kalimat; lebih
lanjut lagi ia bisa meningkatkan kemampuannya untuk menyerap konsep dan untuk
memahami apa yang tertulis “diantara baris demi baris” (memahami apa yang
tersirat).
Indah sekali bukan manfaat sebuah buku?
Hanya dengan duduk saja kita sudah bisa hidup sehat jasmaniah dan rohaniah.
Namun kita juga harus bisa mengimbangi kegiatan membaca kita. Janganlah hanya
karena mendengar kalimat “Dengan membaca buku saja kita sudah bisa hidup sehat”
kita terus-terusan membaca buku saja, tak ada kegiatan lain yang kita lakukan.
Hal seperti itu pun menjadi salah kembali, karena kegiatan kita banyak sekali,
kita juga butuh penyegaran karena jika membaca buku juga tidak mengingat waktu
akan lelah rasanya otak kita melihat tumpukan huruf saja, disamping itu kita
juga mempunyai kepercayaan atau agama yang kita anut, dimana kadang agama itu
mengharuskan kita untuk beribadah pada waktu-waktu tertentu.
Dan biarpun buku adalah segalanya, kita
jangan pernah menuhankan sebuah buku, karena ada sang maha dari segala maha
yang patut kita agungkan dan kita taati semua ketentuannya. Disamping itu kita
juga tidak akan selamanya hidup bersama buku ada kalanya kita akan berpisah
dengan pesona keindahan sebuah buku karena harus kembali kepada sang pencipta.
Dengan semakin berkembangnya teknologi,
tak sedikit orang yang menyalahgunakan manfaat positif sebuah buku menjadi
mengarah ke hal-hal yang negatif hanya demi sebuah lembaran uang. Banyak sekali
beredar buku-buku yang malah menyesatkan generasi negeri, seperti buku-buku
porno atau buku-buku menyesatkan lainnya. Alangkah mirisnya jika kita melihat
hal-hal tersebut, hanya karena lembaran uang saja mereka setega itu menistakan
sebuah buku. Lebih mirisnya lagi buku-buku seperti itu kadang bisa beredar
bebas di pasaran, bahkan terkadang bisa didapatkan di toko-toko buku terkenal. Sedangkan
kebanyakan remaja kadang lebih suka membaca buku-buku seperti itu.
Mulai dari sekarang marilah kita mulai
membangun pondasi negeri ini dengan membaca, semoga dengan membaca akhlak dan
moral kita bisa terpelajar, rasa malas kita akan hilang, dan pengetahuan kita
pun semakin luas. Kita sebagai generasi muda harus bisa mengangkat martabat
negeri ini bahkan bisa memajukan negeri ini. Ikut bersaing bersama
negara-negara maju seperti Amerika, agar kita tak selalu menerima impor barang,
kita harus bisa mengekspor barang tersebut. Mari kita membaca, kita cari
buku-buku yang bisa memberikan pemahaman tentang cara mengolah bahan-bahan
mentah yang ada di negeri kita yang kaya ini.
Jika saja semua orang di negeri ini
tidak suka membaca buku, maka sia-sialah usaha Max Havelaar membuat novel “Saijah
Adinda” yang menyatakan bahwa “Aku Ingin Dibaca”, dan takan ada yang
akan mengenang jasa Soekarno jika tidak ada yang mengabadikannya dalam sebuah
catatan biografi, dan sajak-sajak indah Ronggowarsito hanya akan menjadi buah
bibir atau mungkin menjadi catatan yang terlupakan. Dan kembali sejarah kini
hanya akan menjadi sebuah ironi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar