Selasa, 21 Mei 2013

Misteri Dibalik Buku


Karya : Rezzhna Ombak

Buku adalah jendela dunia, pepatah seperti itu sudah tidak asing lagi didengar bukan? Dan semua orang yang pernah bernafas di era millennium 2000 ini pasti pernah menedengar pepatah seperti itu. Namun ada satu kalimat dalam bahasa asing yang mungkin terdengar lebih keren meski punya arti yang hampir mirip Without books, history is silent, literature dumb, science crippled, thought and speculation at stand still. Kita dapat melihat betapa sangat pentingnya peranan buku di dunia ini, jika tidak ada buku mungkin tidak akan ada yang namanya ilmu pengetahuan, sejarah hanya akan berdiam diri tak bisa berbuat banyak, hanya mampu berharap-harap cemas ada orang yang akan selalu mengingatnya, sastra pun akan membisu dan para sastrawan hanya mampu mengelus dada penuh sesak melihat tak ada lagi yang bisa mereka tuangkan menjadi sebuah karya karena inspirasi yang telah mati, pikiran dan spekulasi hanya mampu vakum dan menghilang tanpa jejak.
            Betapa banyaknya sekarang orang-orang yang menganggap buku hanya sebagai tumpukan sampah, orang-orang lebih suka menjadikan buku sebagai pupuk tanaman mereka yang mampu menyuburkan tanah dengan cepat. Di mana kesadaran masyarakat akan pentingnya sebuah buku? Apa mungkin karena sosialisasi dari pemerintah yang kurang terhadap masyarakat? Jelas kita tidak bisa menyalahkan pemerintah, karena mencintai sebuah buku tergantung kesadaran kita masing-masing. Jika kita terus mengingat pepatah buku adalah jendela dunia, mungkin akan ada kesadaran tersendiri yang timbul untuk mencintai buku. Namun masih ada satu problem yang masih mengganjal, apa sebenarnya penyebab mereka setega itu menganggap buku hanya sebagai tumpukan sampah dan membakarnya untuk dijadikan pupuk? Dilihat dari kenyataan yang terjadi sebenarnya karena kurangnya minat baca dari mereka, jika saja mereka memiliki minat baca yang tinggi, mungkin mereka tidak akan setega itu terhadap buku, karena dari membaca mereka akan tau betapa banyak ilmu yang dimiliki si buku ini, dan betapa hebat dan canggihnya si buku hingga dalam hitungan jam saja mereka bisa berkeliling dunia.
            “Pembaca buku atau Pengkoleksi buku?” ini yang mesti dijawab! Apakah anda hanya ingin menjadi seorang pengoleksi buku saja, yang menyimpan dan menyusun buku dengan rapi di rak-rak penuh dusta. Mesti direnungkan, apakah anda termasuk orang yang so intelektual padahal otak anda kosong.
Semua orang di dunia ini meraih kesuksesannya dengan bertemankan buku, dan orang-orang yang ingin meraih masa depannya pun tak pernah lepas dari yang namanya buku. Andai saja generasi negeri ini lebih suka membaca daripada berkaca, mungkin masa depan negeri ini akan sedikit menemui titik terang. Hampir semua remaja Indonesia lebih suka meluangkan waktunya untuk jalan-jalan dan belanja daripada meluangkan waktu lima menit saja untuk membaca. Padahal dengan membaca mereka bisa tau barang dan style apa yang tengah trendi sekarang, tapi mereka lebih suka mendengar kabar dari teman-temannya atau melihat style apa yang idola mereka kenakan. Semua orang didunia ini selalu berpandangan positif soal buku dan membaca. Ya jelas saja, karena dengan membaca buku wawasan kita bertambah luas. Buku gudangnya ilmu, pepatah seperti itupun sangat benar, karena di dalam buku terdapat banyak sekali ilmu, seorang astronot yang sangat ahli seperti Neil Amstrong pun kadang harus melihat buku supaya dia tidak melakukan kesalahan ketika berada diluar angkasa, dan seorang ilmuan hebat seperti Albert Einsten pun selalu berpedoman pada buku agar penelitian-penelitiannya tepat dan akurat. Saking pentingnya sebuah buku, sistem pengajaran di Indonesia juga mengacu pada buku, buku yang disediakan Departemen Pendidikan.
            Alangkah baiknya jika dari sekarang kita mulai menanamkan budaya gemar membaca buku, agar di masa depan kelak kita tidak terlalu terlihat seperti manusia purba atau mungkin dukun-dukun yang sering sekali membakar buku dan meminum abunya untuk kelancaran proses ritualnya, entah apa manfaat yang mereka dapatkan dari meminum abu bekas pembakaran buku tersebut, sungguh sulit diterjemahkan logika. Apa mungkin mereka berfikir dengan memakan buku berarti mereka memakan semua ilmu yang ada pada buku tersebut, pemikiran yang sangat bagus untuk orang yang sama sekali tidak merasakan indahnya bangku sekolah. Bukankah lebih baik kita membaca buku tersebut, mempelajarinya, dan menyimpannya dengan rapih agar jika kita lupa kelak, kita bisa kembali membaca ulang jika bukunya masih terpampang dengan rapi, atau mungkin untuk anak cucu kita, karena suatu saat buku itu pasti akan dibutuhkan. Daripada kita membakarnya dan meminum abunya, bukankah itu berbahaya bagi kesehatan.
            Tak ada salahnya kita bergotongroyong saling berpangku tangan membuat pondasi yang kokoh untuk negeri ini, dengan membaca sebuah buku. Dengan membaca buku dalam satu detik orang bisa berubah menjadi jahat, dengan membaca buku pula orang bisa berubah dalam satu detik menjadi orang baik, dengan sebuah buku pula kita dapat merubah masa depan. Selalu banyak tersirat makna dan tersimpan rahasia besar dari balik sebuah buku.
            “Aku ingin dibaca!” kata seperti itulah yang tercatat dalam sebuah novel terkenal yang menjadi catatan sejarah negeri ini, sebuah novel yang mengangkat dan mendongkrak kejinya masa penjajahan Belanda. Betapa hebatnya bukan karisma sebuah buku, hingga semua orang berlomba-lomba ingin tercatat dalam sebuah buku karena mereka “Ingin Dibaca”, sebab buku kerap menjadi catatan bukti nyata sebuah sejarah. Pada saat masa penjajahan Belanda di negeri Parungkujang pun semuanya berlomba-lomba ingin dicatat dalam sebuah buku yang akan menjadi catatan sejarah dimana semua orang bisa tetap mengingat kebusukan dan kepahlawanannya dimasa yang akan datang.
            Apakah lima puluh tahun mendatang buku-buku bersejarah yang sekarang tercipta masih akan tersusun rapi tanpa sedikitpun yang tega melihatnya tertutup sebuah debu? Apakah perpustakaan-perpustakaan itu masih akan tetap ada? Apakah taman bacaan masyarakat itu masih akan tetap berdiri kokoh? Entahlah, hanya kata entah yang bisa keluar dari mulut singa yang tengah lapar akan ilmu. Bagaimana caranya agar perpustakaan dan taman bacaan itu tetap ada? Disana kami bisa menemukan dunia baru, disana pula kami bisa menari bersama sebuah pena, jika itu tidak ada dimana lagi tempat kami mencurahkan isi hati kami yang tengah gundah gulana? Kami suka berbagi cerita dengan buku-buku yang ada disana, buku itu selalu mengerti tentang kegelisahan kami, buku itu selalu dengan ikhlas memberi saran dan masukan pada kami, buku itu pula yang kadang mengubah tangis kami menjadi sebuah tawa. Kami sangat mencintai buku, kami berharap buku yang berjejer rapi di rak buku itu akan selamanya tetap seperti itu, agar anak cucu kami juga merasakan betapa hebatnya kemampuan sebuah buku.
            Tak sedikit orang yang saat ditanya kenapa mereka tidak pernah membaca buku menjawab karena takut disebut Kutu Buku. Memang sejahat apakah kutu buku hingga semua orang sangat takut mendapat julukan kutu buku? Sebenarnya tak ada yang berhak memvonis seseorang dengan julukan kutu buku. Entah siapa yang pertama kali menemukan julukan seperti itu, tak pernah ada yang tau kenapa orang-orang yang suka membaca buku dan selalu bertemankan buku dalam hari-harinya itu kerap diberi julukan kutu buku. Padahal alangkah lebih indahnya jika mereka diberi julukan Bibliomania, daripada julukan kutu buku yang rasanya terdengar sangat hina bagi mereka yang suka membaca buku.
            Memang tren seperti apa sih yang hebat di negeri ini, apakah tren orang yang bermalas-malasan? Karena banyak sekali orang yang lebih suka tidur daripada membaca buku, Atau mungkin tren orang yang suka tawur? Karena pelajar-pelajar sekarang menyebut orang atau sekolah yang sering menang tawur itu hebat. Padahal hebat dari segi apanya yang ada itu malah merugikan, tak jarang pula nyawa pun ikut melayang. Apakah ada orang yang mati saat membaca buku? Alangkah indahnya jika ada orang yang seperti itu, namun takan ada rasanya yang mati karena membaca buku, di belahan dunia manapun kita tak pernah mendengar orang yang mati karena membaca buku.
            Buku juga terbagi dalam beberapa jenis, antara lain Novel, Majalah, Kamus, Komik, Ensiklopedia, dan Kitab Suci. Dilihat dari jenis-jenisnya saja buku-buku itu sudah terlihat asik, menghibur, menambah wawasan kita menjadi luas, memperkuat daya imajinasi, dan juga bermanfaat bagi kesehatan jasmaniah dan rohaniah kita. Dengan membaca buku kita bisa mengurangi tingkat stres kita, dan juga melatih otak kita supaya bisa memusatkan pikiran. Ketika membaca sebuah buku kita akan banyak menemukan kata-kata yang menarik dimana hal tersebut akan merangsang saraf otak untuk bekerja dan mengamati hal tersebut. Ada sebuah penelitian yang membuktikan bahwa membaca buku bisa menjauhkan kita dari penyakit pikun. Alasannya mungkin karena kita selalu diajak berpikir ketika kita membaca, sehingga otak kita bisa tetap aktif.
Dr. Aidh bin Abdullah al-Qarni, dalam bukunya, “La Tahzan” mengungkapkan tentang banyaknya manfaat membaca, yaitu di antaranya, membaca menghilangkan kecemasan dan kegundahan, ketika sibuk membaca, seseorang terhalang masuk ke dalam kebodohan, kebiasaan membaca membuat orang terlalu sibuk untuk bisa berhubungan dengan orang-orang malas dan tidak mau bekerja, dengan sering membaca orang bisa mengembangkan keluwesan dan kefasihan dalam bertutur kata, membaca membantu mengembangkan pemikiran dan menjernihkan cara berpikir, membaca meningkatkan pengetahuan seseorang dan meningkatkan memori dan pemahaman, dengan membaca, orang mengambil manfaat dari pengalaman orang lain; kearifan orang bijaksana dan pemahaman para sarjana, dengan sering membaca, orang mengembangkan kemampuannya; baik untuk mendapat dan memproses ilmu pengetahuan maupun untuk mempelajari berbagai disiplin ilmu dan aplikasinya dalam hidup, membaca membantu seseorang untuk menyegarkan pemikirannya dari keruwetan dan menyelamatkan waktunya agar tidak sia-sia, dengan sering membaca orang bisa menguasai banyak kata dan mempelajari berbagai tipe dan model kalimat; lebih lanjut lagi ia bisa meningkatkan kemampuannya untuk menyerap konsep dan untuk memahami apa yang tertulis “diantara baris demi baris” (memahami apa yang tersirat).
Indah sekali bukan manfaat sebuah buku? Hanya dengan duduk saja kita sudah bisa hidup sehat jasmaniah dan rohaniah. Namun kita juga harus bisa mengimbangi kegiatan membaca kita. Janganlah hanya karena mendengar kalimat “Dengan membaca buku saja kita sudah bisa hidup sehat” kita terus-terusan membaca buku saja, tak ada kegiatan lain yang kita lakukan. Hal seperti itu pun menjadi salah kembali, karena kegiatan kita banyak sekali, kita juga butuh penyegaran karena jika membaca buku juga tidak mengingat waktu akan lelah rasanya otak kita melihat tumpukan huruf saja, disamping itu kita juga mempunyai kepercayaan atau agama yang kita anut, dimana kadang agama itu mengharuskan kita untuk beribadah pada waktu-waktu tertentu.
Dan biarpun buku adalah segalanya, kita jangan pernah menuhankan sebuah buku, karena ada sang maha dari segala maha yang patut kita agungkan dan kita taati semua ketentuannya. Disamping itu kita juga tidak akan selamanya hidup bersama buku ada kalanya kita akan berpisah dengan pesona keindahan sebuah buku karena harus kembali kepada sang pencipta.
Dengan semakin berkembangnya teknologi, tak sedikit orang yang menyalahgunakan manfaat positif sebuah buku menjadi mengarah ke hal-hal yang negatif hanya demi sebuah lembaran uang. Banyak sekali beredar buku-buku yang malah menyesatkan generasi negeri, seperti buku-buku porno atau buku-buku menyesatkan lainnya. Alangkah mirisnya jika kita melihat hal-hal tersebut, hanya karena lembaran uang saja mereka setega itu menistakan sebuah buku. Lebih mirisnya lagi buku-buku seperti itu kadang bisa beredar bebas di pasaran, bahkan terkadang bisa didapatkan di toko-toko buku terkenal. Sedangkan kebanyakan remaja kadang lebih suka membaca buku-buku seperti itu.
Mulai dari sekarang marilah kita mulai membangun pondasi negeri ini dengan membaca, semoga dengan membaca akhlak dan moral kita bisa terpelajar, rasa malas kita akan hilang, dan pengetahuan kita pun semakin luas. Kita sebagai generasi muda harus bisa mengangkat martabat negeri ini bahkan bisa memajukan negeri ini. Ikut bersaing bersama negara-negara maju seperti Amerika, agar kita tak selalu menerima impor barang, kita harus bisa mengekspor barang tersebut. Mari kita membaca, kita cari buku-buku yang bisa memberikan pemahaman tentang cara mengolah bahan-bahan mentah yang ada di negeri kita yang kaya ini.
Jika saja semua orang di negeri ini tidak suka membaca buku, maka sia-sialah usaha Max Havelaar membuat novel “Saijah Adinda” yang menyatakan bahwa “Aku Ingin Dibaca”, dan takan ada yang akan mengenang jasa Soekarno jika tidak ada yang mengabadikannya dalam sebuah catatan biografi, dan sajak-sajak indah Ronggowarsito hanya akan menjadi buah bibir atau mungkin menjadi catatan yang terlupakan. Dan kembali sejarah kini hanya akan menjadi sebuah ironi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar