Karya : Rezzhna Ombak
Apabila aku layu di antara seribu satu mawar yang tengah merekah, apakah kau akan memetiku? Jika memang rasa cinta ini mengalahkan semua rasa yang ada pada hatimu, ajarilah aku bahasa hati. Pelangi di bibir manismu dirundung mendung yang tak berujung. Siluet cinta yang kau lukis di bawah senja hanya menggoreskan cerita duka.
Apabila aku layu di antara seribu satu mawar yang tengah merekah, apakah kau akan memetiku? Jika memang rasa cinta ini mengalahkan semua rasa yang ada pada hatimu, ajarilah aku bahasa hati. Pelangi di bibir manismu dirundung mendung yang tak berujung. Siluet cinta yang kau lukis di bawah senja hanya menggoreskan cerita duka.
“Kau masih tetap menunggu senja”
Rina membuka pembicaraan
“Ya, aku akan selalu menunggunya
hingga nafas kehidupan tak dapat lagi kuhirup”
“Senja itu tak akan datang
kembali menyapa hati yang tengah dirundung gelisah”
“Maksudmu?”
“Senja itu pergi untuk selamanya,
karena risau yang kau berikan”
“Senjaku memang selalu dipeluk risau.
Tapi, aku mengisyaratkannya untuk selalu bersenggama di batas cakrawala dan
lahir di rahim kathulistiwa”
“Kau lebih mencintai senja
dibanding aku?”
“Biarkan sang ombak yang
menjelaskan”
“Aku tak butuh penjelasan sang
ombak, aku hanya ingin kata dari mulut yang selama ini semanis madu”
“Kau bisa membedakan mana madu
mana racun?”
“Jika kau yang memberikannya,
mataku seakan buta”
“Apakah buta karena cinta?”
“Ya, semuanya karena rasa cinta”
“What is Love?”
“Love is Cinta”
“Hanya itu?”
“Cinta adalah rasa, bukan kata
atau terjemahan logika, cinta datang dari hati”
“Bagaimana kau bisa tau?”
“Perasaan kita yang berbicara”
“Ajari aku bahasa hati”
“Haruskah aku mengajarimu jika
semuanya akan berakhir luka, bukankah kau lebih mencintai senja. Kau harus
ingat, senja tak punya hati”
“Itu sebelum aku bertemu
denganmu”
“Sekarang? Bukankah kau masih
berharap senja itu akan memelukmu?”
“Ya, tapi itu hanya harapan
kosong”
“Jika suatu saat nanti kau
membutuhkanku, temui aku dibawah senja dan di rahim khatulistiwa. Dan satu hal
yang harus kau tau cinta kita bukanlah fatamorgana” Rina melangkah pergi tanpa
sedikit pun pandangan matanya mengaraha kembali padaku.
Aku hanya melihat bayangannya
yang terpantul di atas deburan ombak hingga hilang ditelan buih.
“Apakah aku melakukan kesalahan
besar?” Aku bertanya pada hatiku sendiri.
“Kau hanya mencintai ilusi”
Sebuah suara yang entah dari mana datangnya seperti menyambut pertanyaanku.
“Maksudmu? Siapa kau?”
“Tak perlu kau tau siapa aku, aku
adalah hal yang selalu kau tunggu dank au rindukan”
“Siapa kau?” Aku mulai merasa
takut.
“Berdiri, dan lihatlah diatas
air, apa yang kau lihat?”
Aku berdiri dibibir pantai hingga
ombak itu menyambutku.
“Bayanganku”
“Sentuh dia”
“Semu, aku tak dapat
menyentuhnya”
“Sekarang kau bisa tau, siapa
orang yang harus kau cinta” Suara itu lenyap ditelan deburan ombak.
“Rina, ya aku harus mencintai
Rina. Tapi kemana Rina pergi?”
Aku menyusuri bibir pantai hingga
kaki lelah melangkah. Namun aku terus berjalan meski tanpa arah. Dikejauhan
kulihat sesosok wanita tengah duduk menerawang ke tengah laut bermandikan
cahaya dengan mendekap kedua kakinya.
“Rina, ya itu Rina. Rinaaaaa”
Aku berteriak memanggil nama Rina
sembari berlari kearahnya. Namun setelah aku mendekat, nampak jelas kalau Rina
tengah dipeluk seorang lelaki yang entah aku tau siapa dia.
“Kenapa kau lakukan ini disaat
aku mulai mencintaimu?” Aku bertanya pada Rina dengan deraian air mata.
“Tanya hatimu” Rina menjawab
dengan sinis dan meninggalkanku dengan acuhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar