Karya : Rezzhna Ombak
Bagiku yang mencintaiku bukanlah
dia yang selalu berkata mesra dihadapanku, dan mengatakan seberapa besar dia
mencintaiku. Tapi, yang mencintaiku adalah dia yang selalu mengkhawatirkanku, selalu
ingin tau kabarku, dan selalu ingin
membuatku bahagia. Dia yang selalu mengerti perasaanku tanpa harus aku pinta.
Apakah orang sepertiku berhak mendapatkan yang seperti itu?
“Masihkah ada cinta untuku?” aku
berharap-harap cemas dalam kerisauan.
“Nak, takdirmu berkata lain pada
keadaan yang sedang kau lawan” Bayangan itu seperti memeluku.
“Tapi apakah takdirku harus tetap
seperti ini. Berkecamuk dengan resah yang dibumbui dengan gundah?”
“Resahmu bukanlah ahir dari
segalanya masih ada ketulusan didepan sana, walaupun entah kapan kau temui
ketulusan itu”
“kau hanya menambah keputusasaan
yang tengah kujelajah”
Aku kembali menatap senja yang
dipeluk risau karena sang malam menelan indahnya. Hanya garis kelam yang
terlukis dari buih ombak yang menebarkan bau duka. Senjaku kian merana kala
malam itu datang dengan kelamnya dan menyapa dengan penuh kerisauan.
“Dinda, maukah kau menatap tubuh
yang hina ini, aku selalu dipeluk nestapa, badanku penuh darah dan nanah
melukiskan tinta luka. Kulitku menjadi kanvas lukisan tinta darah yang mengalir
dalam gelisah?” Aku meratap penuh luka.
“Aku terbangun dari tidur
panjangku untuk menatap semua keindahan, bukan menatap kelam seperti yang kau
tunjukan, aku datang untuk kebahagiaan bukan untuk derita yang kau berikan”
sembari enggan menatapku.
“Tapi aku yang membangunkanmu dari
tidur panjang itu”
“Kau membangunkanku dengan risau
dan resah yang terus menjamah. Aku ingin menatap indah”
“Seharusnya aku juga indah, karena
hidup yang aku berikan untukmu”
“Tapi bukan seperti ini yang
kumau”
“Kau harus berpikir setelah
kubangunkan kau dari kelam, kau bisa kembali menjajaki malam, dan mencari indah
yang selama ini kau idam”
“Aku lebih suka tidur bersama
kelam, dari pada kutatap risaumu yang menjijikan’
“Sungguh kau wanita biadab, tak
tau apa itu rasa terimakasih. Dibalik paras indahmu kau simpan kebusukan dan
kemunafikan. Kau tanam bibit-bibit kesombongan, tanpa rasa belas kasihan”
“Hahahaha, aku memang kelam yang
sangat kau idamkan. Keberadaanku begitu dibutuhkan. Kebiadabanku menjadi
kesenangan, kebusukan dan kemunafikanku menjadi tantangan, dan kesombonganku
semata adalah untuk menutup kisah risau yang kau ceritakan”
“Biadab kau”
“Matilah kau bersama beribu
penderitaan”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar